Dimanakah Kearifan Bangsa ini? Pondok Pesantren Hangus dibakar

Dimanakah Kearifan Bangsa ini Pondok Pesantren Hangus dibakarPada Hari Kamis, 29 Desember 2011 Kompleks Pesantren Muslim bemazhab Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, dibakar massa. Sekitar pukul 10.00 pagi, ratusan massa dari berbagai desa di Kecamatan Omben dan Karang Penang menyerbu Pusat Islam Syiah di Madura. Sambil mengumandangkan takbir, massa dari Islam Sunni itu membakar mushala, madrasah, asrama dan rumah pemimpin muslim Syiah Sampang, Ustad Tajul Muluk.

Kita tahu bahwa Persatuan Sunni Syiah di Indonesia telah dinodai oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Kepala Bagian Operasional Polres Sampang, Komisaris Zainuri, mengatakan karena kalah jumlah, polisi belum bisa masuk ke lokasi. Polisi masih menunggu bantuan dari Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kepolisian Resor Pamekasan, kabupaten di sebelah timur Sampang.

Sejauh ini belum dilaporkan amuk massa itu menimbulkan korban jiwa. Dua kompi aparat Kepolisian Resor Sampang tidak bisa masuk ke lokasi karena jalan menuju Nangkernang diblokir massa yang melengkapi diri dengan berbagai senjata tajam. Aparat Komando Rayon Militer Omben dikabarkan sempat diserang massa karena mencoba masuk ke lokasi.

Sementara itu, Mantan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sholahuddin Wahid menyesalkan terjadinya pembakaran beberapa fasilitas dan pengusiran ratusan warga muslim beraliran Syiah di Sampang, Jawa Timur. Ia mengungkapkan,”Ini sebenarnya tidak perlu terjadi. Perbedaan paham tidak perlu disikapi dengan cara-cara kekerasan.”

Polisi juga diminta untuk tegas menindak siapapun yang terbukti melakukan pelanggaran termasuk kekerasan tanpa pandang bulu. Ia juga menyayangkan keterlambatan kepolisian dalam menangani kasus ini. Jika antisipasi lebih cepat kata dia peristiwa pembakaran dan pengusiran itu mungkin saja tidak terjadi.

Pengasuh pondok pesantren Tebuireng, Jombang ini meminta agar para tokoh agama setempat ikut meredam aksi kekerasan atas nama agama tersebut dan bukan malah memperkeruh suasana. Dialog diperlukan kata Gus Sholah agar ada pemahaman dan pengertian diantara kelompok yang bertikai ini. Ia juga mendesak agar Komnas HAM turun ke Sampang untuk melihat langsung kondisi lapangan dan mencari fakta pelanggaran HAM disana.

Di sisi lain, Polda Jawa Timur (Jatim) belum menetapkan tersangka kasus pembakaran Pondok Pesantren di Sampang, Madura. Kabid Humas Polda Jatim Kombes Rahmat Mulyana menegaskan, polisi masih terus mempelajari video proses pembakaran yang sekarang sudah dikantongi polisi. Pasca peristiwa tersebut, polisi telah meminta keterangan sejumlah saksi. Selain itu, juga terus melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat setempat agar peristiwa serupa tidak terulang.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD meminta kepada aparat kepolisian untuk bertindak tegas, terkait dengan peristiwa perusakan yang terjadi di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur.

Meskipun diakui polisi sudah mengantongi sejumlah nama yang dicurigai terlibat langsung dalam pembakaran tersebut. Untuk memastikan itu, rekaman video yang dimiliki kepolisian akan dipelajari secara seksama dan cermat. Polda Jatim juga telah mengirimkan dua peleteon Dalmas ke Sampang guna membantu proses pemulihan keamanan di wilayah tersebut. Menurutnya, keberadaan pasukan dari Polda maupun Polres Pamekasan untuk memulihkan kondisi keamanan di Sampang, jangan sampai terulang lagi.

“Kami minta kepada aparat kepolisian untuk bertindak tegas terkait dengan peristiwa tersebut, karena tindakan yang terjadi di Sampang itu tidak bisa dibiarkan begitu saja,” katanya usai menjadi pembicara Halaqah dan Bahtsul Masail Kiai Muda di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas Jombang, Jawa Timur, Kamis 29 Desember 2011.

Ia mengemukakan, dirinya secara pribadi sangat prihatin dengan peristwa perusakan dan anarkis yang terjadi di Kabupaten Sampang tersebut, sehingga tidak bisa dibiarkan saja.

“Soal perbedaan berkeyakinan, hal itu selayaknya diselesaikan secara hukum. Oleh karena itu, kami meminta kepada aparat kepolisian untuk segera menyelesaikan kasus ini dengan baik,” ujarnya.

“Jadi, jika ada perbedaan keyakinan harus diselesaikan secara hukum, maka tidak boleh tindakan sendiri-sendiri karena hal itu sudah di atur di dalam undang-undang,” katanya.

Ia mengatakan, perbedaan berkeyakinan tidak boleh diadili secara sendiri-sendiri, dan juga dengan tindakan anarkis, seperti yang terjadi di Sampang karena di Indonesia ini ada aturan yang mengatur masalah tersebut.

Miftach menambahkan, kekerasan antara kelompok yang mengatasnamakan Suni dan Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Karenanya, jika saat ini sampai ada kerusuhan yang berujung aksi pembakaran rumah, mushola maupun sekolahan, Miftach menilai jika aparat keamanan telah kecolongan.

Rois Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur Kiai Miftachul Ahyar pastikan kerusuhan yang melibatkan Suni dan Syiah di daerah Sampang tak melibatkan massa NU. “Suni itu banyak, tidak hanya NU, ada Syariat Islam itu juga Suni, kami pastikan NU tidak terlibat,” kata Pengasuh Pesantren Miftachussunnah Surabaya ini, Kamis 29 Desember 2011.

NU sendiri, melalui Pengurus Cabang NU Sampang yang dibantu oleh PWNU Jawa Timur beberapa kali telah berusaha untuk mendamaikan pertikaian dua kelompok itu. Selain mempertemukan dua kelompok, bahkan NU juga telah minta diantara kedua pihak menunjung tinggi proses dialog dan saling menghargai diantara satu kelompok.

“Disana itu selalu terjadi provokasi, dakwah-dakwah selalu diselipi aksi provokasi dan itu sudah kita minta dihentikan,” tambah Miftach. Kalaupun ada perbedaan dalam ritual peribadatan, NU minta itu tetap dihormati dan dihargai. Apalagi, pemaksaan idiologi jelas tak mungkin bisa dilakukan. Karenanya, proses dialog selalu didesakkan untuk menyelesaikan apapun perbedaan yang terjadi khususnya antara kelompok Suni dan Syiah yang ada di Sampang.

Harapan kita, semoga rakyat Indonesia semakin arif dalam menyikapi perbedaan dan tidak mudah ditunggangi oleh anasir-anasir perusak. (red/iribindo/tempo)

Tinggalkan Komentar